Kita, berjauhan, berlawanan,
jalannya pun kini berlainan. Tapi aku masih percaya kita akan bermuara ke
tempat yang sama untuk pulang. Lagi pula, bukankah ini kehendak awal kita
sebelum kita bersama ? Dan ketika Tuhan mengabulkan doamu sekarang, diwaktu yang
kita rasa tidak tepat, aku rasa itu yang terbaik untukmu. Meski dirasa semuanya
akan berjalan dengan berat, meski berkali-kalipun menyalahkan diri sendiri dan
keadaan. Bukankah apa yang terbaik di hadapan kita belum tentu yang terbaik
dihadapan-Nya ?
Lagipula, bukankah seharusnya
yang berbeda itu saling menyatukan ?
Jika kita tak percaya takdir maka
biarlah perjalanan ini menjadi bukti. Entah bukti kuat atau rapuhnya perasaan
yang ada. Jika kita tak bisa menahan lagi nyanyian-nyanyian sumbang diluar sana
biarlah kepercayaan ini menjadi penawarnya. Entah apa yang akan terjadi satu
minggu, dua minggu, satu bulan, bahkan dua bulan mendatang. Jalani saja, sekuat
hati ini bertahan. Entah bagaimana nanti tersiksanya hati dengan rindu yang tak
bisa lagi terobati dalam waktu yang singkat. Ataupun bagaimana susahnya
menyatukan jadwal kita yang mulai berbeda hanya untuk sekedar bertatap muka.
Apapun itu, bisakah kamu sebutkan
namaku dalam tiap-tiap rapalan do’amu ? Setidaknya aku yakin dengan ini akan
meringankan semuanya. Karena aku juga tak pernah lelah merapal namamu pada-Nya.
Entah itu rapalan do’a yang bahkan sebenarnya tak ingin kuucapkan kemarin.
Bisakah kita jadi dua insan yang saling mendekap dalam peluk-Nya, dengan do’a ?
Meski jauh, tak tersentuh ...