Untukmu yang
saat ini menjadi milikku, biarkan jemari ini menuliskan rentetan cerita kita di
sini. Setidaknya nantinya ini bisa menjadi pengingatku pada cerita kita. Kau
tahu sendiri kan ? Diriku ini sangat susah mengingat banyak hal :-)
...
Aku, kamu, sudah pernah menjalinkan tangan dan
bergantian menyerukan nama, berkenalan. Jangan tanya aku, kapan pertama kalinya
kita berjumpa, karena sejujurnya akupun sudah lupa. Tak ada yang istimewa di
hari kita saling mengenal dan menyebut nama. Keistimewaan baru hadir setelah
aku dan kamu menjalani sejumlah hari sebagai seorang kawan.
Sesungguhnya juga hari-hari yang kita lakoni tak
ubahnya cerita perkawanan biasa. Bahkan mungkin terlalu dibawah batas “biasa”.
Bertemu dikelas dan berpapasan, tanpa adanya sebuah kata yang terucap. Saling
acuh, mungkin seperti itu. Namun, lama kelamaan ada yang mulai tak sama,
setidaknya itu yang kurasa. Saat sehari tak bertemu denganmu rasanya seperti
ada yang berbeda, hambar rasanya.
Coba kuingat lagi, sepertinya bukan hanya itu saja.
Ah, iya, saat ada seorang kawan yang tengah menyebutkan namamu, telingaku pun
mendadak siaga, bersiap mendengarkan dengan waspada. Rasa waspada yang
memabukkan sepertinya. Karena kemudian disusul dengan ketak-ketuk jantungku
dengan irama yang kian tangkas, yang sebisa mungkin kuredam agar aku masih
tetap terlihat acuh seperti biasanya.
Jemarimu yang piawai memainkan senar gitar itu
menjadi daya tarik pertamamu padaku. Bukan hanya itu saja, garis lengkungmu
yang sering kau berikan pada kawan terdekatmu juga menambah daya tarikmu. Ah,
iya, seketika aku ingat saat dirimu menyanyikan lagu Clarity dihadapanku. Bukan
dihadapan, hanya saja saat itu posisimu bersebrangan denganku. Kau tahu, itu
the best moment bagiku yang saat itu hanya bisa berdiam diri diseberang sembari
melempar senyum kaku. Tapi tahukah kamu, kekagumanku pada jemarimu masih tak
mampu menjelaskan mengapa ada sesuatu yang berbeda dalam hati ini.
Begitu pula saat kamu dan aku ada ditempat yang
sama, sesekali kutemukan tatapan itu ditujukan padaku. Tapi, ah aku tak tahu,
mungkin saat itu hanya aku yang berbesar rasa. Yang jelas itu mampu membuat hati
ini meremang karena kegirangan. Di titik inilah aku pun menyadari, diam-diam
cinta sudah menyelinap masuk sebelum sempat kucegah. Cinta juga memberitahuku
bahwa dia telah lebih dulu berkunjung ke tempatmu.
...