Selamat
datang di tahun terakhir perjalanan masa putih abu-abu. Telah 12 tahun kita
habiskan untuk meniti jalan menuju masa depan. Terlalu banyak kenangan yang
telah dilalui, mulai dari putih merah, berlanjut ke putih biru, hingga sekarang
kan melepas putih abu-abu.
Surat ini ditulis bersamaan dengan turunnya butiran-butiran air dari langit
yang menemani gelapnya malam. Bertepatan dengan hari ketiga sebelum perpisahan.
Malam ini kubuka kembali slide-slide di tugas akhir pelajaran TIK kemarin. Malam ini juga aku bernostalgia dengan moment-moment yang terabadikan dalam ribuan foto masa lalu. Malam ini juga kusadari, waktu kita bersama sudah tak lama lagi.
Malam ini aku teringat pada dua kata sederhana yang terangkai dalam bentuk kalimat yang sering diucapkan oleh setiap orang yang pernah mengalaminya, yakni “Putih Abu-abu”. Sesekali kutersenyum mengingat itu semua, seakan tak ada kata yang membuatku percaya bahwa aku telah menjalaninya selama tiga tahun. Melanglang di kabut putih demi menjadikan diriku mengetahui banyak hal, mengetahui jati diriku, mengetahui hidupku, mengetahui langkahku, mengetahui perjalananku, mengetahui dirimu, dirinya, dan tentunya mengetahui tentang kita semua.
Kisah ini seperti kisah merpati-merpati liar. Ketika merpati-merpati itu berada dalam sangkar, ia akan selalu menurut pada majikannya. Ketika ia lepas dari sangkar, ia akan terbang tinggi sesuka hatinya. Seperti itulah kita dimasa putih abu-abu. Ketika di dalam kelas bersama guru, kita duduk tenang menyimak pelajaran, walaupun sesekali kita malah asyik berceloteh dengan teman sebangku. Tetapi, layaknya merpati yang lepas dari sangkar, saat pelajaran berakhir kita berkeliaran sesuka hati.
Kisah ini berawal dari tahun ketiga masa putih abu-abu. Ditahun ketiga ini, tak ada lagi pembagiaan kelas secara acak. Ditahun ketiga ini, kita merasakan indahnya pertemanan bersama kurang lebih 30 teman sekelas selama 2 tahun. Ditahun ketiga masa putih abu-abu, kita disuguhkan pada materi yang lebih tinggi lagi, kita disuguhkan pada persiapan untuk menghadapi berbagai macam peperangan, dan juga disuguhkan pada pembekalan bagi diri kita seusai melepas baju kehormatan kita. Seragam putih abu-abu.
Pembekalan diri ditahun terakhir masa putih abu-abu ini seperti biasa, diawali dengan pengajian setiap hari Selasa-Sabtu. Diselingi pembacaan burdah atau kitab kifayatul mubtadiin pada hari Jum’at. Tak lupa berbagai macam nasihat diberikan oleh pencipta insan-insan cendikia itu setiap hari kepada kita. Nasihat-nasihat itu datang tak kenal waktu, baik pagi, saat dikantin, saat diruang guru, saat dikelas, bahkan saat terik matahari menemani hari-hari kita disekolah. Pembekalan waktu itu juga berupa teriakan-teriakan melalui microphone untuk menyuruh kita shalat dzuhur berjamaah, baik dimushalla sekolah, aula sekolah, ataupun masjid agung didekat sekolah kita. Pembekalan itu juga berupa latihan praktek mengafani jenazah yang dilakukan pada semester pertama di tahun ketiga masa putih abu-abu. Dengan semua pembekalan ini, mereka, para pencipta insan cendikia itu sangat mengharapkan kita menjadi orang yang berguna di masyarakat.
Tingkat
kesulitan pada materi pelajaran diawal tahun ketiga masa ini lebih rumit.
Berbagai macam pr telah diberikan, tugas kelompok, ulangan harian, diskusi,
presentasi, dan berujung pada ulangan semester I . Setelah semester 5 berakhir,
kita dihadapkan lagi pada persiapan menuju peperangan terakhir. Dimulai pada
awal Februari, kita bersama-sama menegakkan semangat yang mulai runtuh,
meneguhkan hati sekuat ribuan baja, mengasah otak yang lebih dari biasanya,
serta berdoa lebih banyak daripada biasanya. Selama hampir 3 bulan kita seperti
itu, mempersiapkan berbagai daya upaya untuk maju di medan perang. Berperang melawan
setumpuk tulisan diatas lembaran-lembaran kertas putih penentu kelulusan.
Dimulai
dari mengikuti pelajaran tambahan seusai pulang sekolah, ditambah setumpuk pr
dan hafalan-hafalan surah serta hadits. Dibarengi dengan usaha spiritual
melalui jalan shalat hajat bersama setiap hari Kamis, serta dibarengi dengan
doa yang senantiasa dipanjatkan setiap saat oleh aku, kamu, kita, orang tua
kita, keluarga kita, dan juga mereka, para pencipta insan cendikia yang setiap
hari tanpa kenal lelah membimbing kita mengajarkan setiap hal baru untuk kita
ketahui.
Peperangan
itu dimulai pada akhir bulan Februari, saat kita melaksanakan Ujian Praktek.
Mulai dari ujian praktek fisika, kimia, biologi, penelitian sosial, tik,
penjaskes ,bahasa indonesia dan lain-lainnya. Kemudian, hanya berselang
sekitar seminggu, tepatnya tanggal 10-12 Maret 2014, kita dihadapkan pada
UAMBN, ya, Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional. Salah satu penentu
kelulusan bagi anak-anak sekolah agama. Bagi anak-anak IPA dan IPS, UAMBN dimulai
dari Al-qur’an Hadits dan Akidah Akhlak pada hari pertama, disusul Fikih dan
SKI pada hari kedua, dan diakhiri dengan bahasa wajib sekolah madrasah. Ya, dia
adalah Bahasa Arab. Sedangkan bagi anak-anak PAI, UAMBN dimulai dengan Ilmu
Kalam dan Akhlak pada hari pertama, disusul dengan SKI pada hari kedua, dan
diakhiri dengan Bahasa Arab. Dan lagi, hanya berselang beberapa hari, kita
kembali dihadapkan pada UAS.
UAS
telah selesai, tapi rupanya satu peperangan lagi masih menunggu dibulan
selanjutnya. Ya, Ujian Nasional tinggal menghitung hari. Sebuah agenda tahunan
Kemendikbud untuk mengukur tingkat pendidikan di Indonesia. Selama sebulan
waktu yang tersisa ini kita melakukan segala upaya, mulai dari pendalaman
materi, lebih banyak belajar ketika waktu luang, sampai memanjatkan doa yang
lebih banyak dari sebelumnya. Aku ingat suasana kelas yang dilihat dari luar
sangat sepi karena masyarakat kelasnya sibuk bertapa di dalam kelas. Mulai dari
membaca buku, mengerjakan soal-soal, berdiskusi dengan teman, sampai berceloteh
ria untuk menghilangkan stress.
Sebulan
kemudian, kita benar-benar telah melewati semua peperangan itu. Bahkan kita
benar-benar telah melewati soal-soal Ujian Nasional itu, soal-soal yang
menggunakan metode TIMSS (Trends in Internasional Mathematics and Science
Study) dan PISA (Programme for International Student Assesment). Semua mengalir ringan begitu saja. Menuruni
tebing tinggi dan sampai di sisi yang berlainan. Sekarang semua telah berbeda.
Kita tak lagi masuk sekolah rutin setiap hari. Kita tak lagi saling bertemu
setiap hari. Kini kita mulai membuat pilihan untuk melanjutkan perjalanan ini.
Aku
dan kamu, kita adalah bagian dari sebuah cerita indah di masa putih abu-abu.
Kita telah lalui 1008 hari yang terangkum dalam 144 minggu, yang kemudian
terangkum lagi dalam 36 bulan, dan dikumpulkan dalam waktu 3 tahun.
Bersama-sama kita melukis pelangi dalam sebuah kertas putih bersih. Perbedaan
yang melebur dalam kebersamaan itu mewarnai masa putih abu-abu ini. Diiringi
dengan tangis, tawa, suka, dan duka sebagai musik latar.
Putih abu-abu punya cerita tentang cinta,
tawa, & segalanya. Putih abu-abu bukan judul lagu, tapi saksi
bisu anak remaja yang baru kenal dunia. Putih abu-abu adalah
lambang segala rasa bersama, selama 3 tahun yang berkesan.
Putih Abu-abu... Masuk serempak, keluar serentak. Hanya tangis bahagia
yang ingin aku liat dari sepasang indera penglihatan mu kawan. Menyadari betapa
besar perjuangan kita, betapa besar harapan yang kita cita-citakan, betapa
tulus pertemanan kita, betapa indah hari-hari yang telah kita lalui, serta
betapa hangatnya sebuah persahabatan. Kita akan mempunyai jalan masing-masing,
menggapai angan, meraih asa, mewujudkan segala mimpi,dan mencetak sukses. Entah
kapan disuatu hari nanti kita akan kembali memflasback sejuata awkward moment
di sekolah. Masa ini tak akan terulang lagi, jadi ingatlah sebagai kenangan.
Beri tanda ceklist biru untuk masa ini. Masa dimana kita belajar, berkarya dan
bermain bersama sahabat, semuanya terasa indah dan layak dijadikan cerita yang tiada
tara maknanya.
Masa-masa terakhir di putih abu-abu, kita semua seperti menyibak awan
putih, kita berusaha mewujudkan lukisan impian yang telah dilukiskan dalam
sebuah kanvas raksasa di angkasa. Seraya mengukir sebuah tekad yang kuat dalam
jiwa kita. Sambil mengikrarkan “Suatu hari nanti, lihatlah aku dengan segala
kesuksesanku”.
Kini
merpati-merpati liar itu akan dilepaskan lagi dari sangkarnya. Dilepaskan untuk
mengarungi samudra angkasa yang luas. Ada sesuatu yang harus ia lakukan
diantara kebebasan yang telah ada dalam genggamannya. Ya, mengunjungi dunia
luar dengan medan yang lebih sulit. Merpati-merpati itu nantinya ada yang
lebih memilih mendarat ditanah dan diam menatap langit atau bahkan terbang
tinggi, dan semakin jauh melanglang buana. Ada banyak pilihan, merpati mana
yang akan kami ikuti ? Apakah kami akan terbang jauh, terbang tinggi, berdiri
pada ranting, menari-nari diudara atau hanya diam menatap langit ? Sebuah dunia
berbeda akan kami kunjungi. Semua hanya menunggu waktu.
Tak dapat terhitung lagi berapa banyak jam yg kita habiskan disekolah.
Sepertiga hari kita dihabiskan disekolah tentunya. Itu melatarbelakangi bahwa
sekolah dapat ambil bagian membentuk pribadi seseorang. Disaat kamu menjadì
lebih baik hingga semakin baik walau melalui proses. Maka, berterimakasihlah
pada semua penghuni sekolah. Terutama mereka, para pencipta insan cendikia dan
sahabat karib kita.
Mereka,
guru-guru kita adalah sang pencipta insan cendikia. Ayunan langkah mereka
hentakan tiap hari. Keringat dingin tercucur deras di atas letih tubuhnya.
Namun mereka tidak pernah lelah dengan semua itu. Mereka ingin kita sukses di
masa depan nanti. Dengan ilmunya kita akan hidup lebih baik di masa depan.
Tiada mereka bedakan siapa diri kita ini, apakah orang lemah, kuat, miskin atau
kaya. Mereka kerahkan seluruh tenaga dan pikirannya demi kebaikan kita. Demi
masa depan kita, agar kita benar-benar menjadi orang yang berguna, bagi umat
manusia, bangsa, dan negara.
Seuntai
kata aku ucapkan sebagai perwakilan teman-teman yang lain teruntuk engkau
pahlawan umat, pembimbing tiap manusia dan penerang kehidupan. Terima kasih
atas ilmu yang sudah engkau berikan wahai guruku. Meski nanti jarak memisahkan
kita, dan aku mungkin saja melupakan pelajaran-pelajaran yang pernah kau
ajarkan. Tapi aku tak akan pernah lupa dengan semua jasa yang pernah kau
berikan. Sekali lagi, terima kasih guruku.
Mereka,
sahabat karib dan teman-teman kita, mereka adalah orang-orang yang akan selalu
terkenang. Yang akan selalu terbayang dalam setiap langkah baru yang akan kita
lakukan diluar sana. Mereka telah menorehkan ribuan warna-warni dalam
perjalanan masa putih abu-abu ini. Kepada sahabat yang telah menemani dengan
setia dalam lika liku perjalanan masa putih abu-abu ini, mari kita sama-sama
mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Putih
Abu-abu punya banyak cerita. Putih abu-abu adalah sebuah kisah indah yang
berakhir dalam perpisahan. Hari ini, waktunya kita menutup lembaran kisah
klasik masa ini. Sedih memang, saat semua ini harus menjadi sebuah kenangan. Kelak,
kita akan merindukan masa-masa ini. Biarkan mereka, meja, kursi, gedung
sekolah, kantin sekolah, serta setiap sudut dari bangunan sekolah ini menjadi
saksi bisu perjalanan masa putih abu-abu kita.
Kuala
Kapuas, 14 Mei 2014, 11.50 P.M
Salam hangat,
Dari Generasi ke-19,
angkatan tahun 2011/2012